Kamis, 05 Juli 2012

Apakah Gajah Sebagai Hama?





APAKAH GAJAH SEBAGAI HAMA?

Oleh :
Eli Paska Siahaan, SP
Staf Laboratorium Pengendalian Hama Vertebrata
Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) – Medan.


Pada 24 Januari 2012, Organisasi konservasi WWF mengeluarkan publikasi untuk penghentian  konversi hutan alam habitat gajah Sumatera sesegera mungkin sangat diperlukan untuk melindungi masa depan populasi mamalia besar ter -
sebut. Hal ini terkait dengan status gajah Sumatera yang baru-baru ini telah ditingkatkan dari ‘Genting’ menjadi ‘Kritis’ dalam Daftar Merah (Red List) yang dikeluarkan oleh Organisasi International untuk Konservasi Alam (International Union for the Conservation of Nature – IUCN). Telah terjadi penyusutan luas habitat sebanyak 70 persen dan penurunan populasi hingga setengahnya hanya dalam satu generasi. Penyebab utama penurunan habitat dan populasi gajah Sumatera adalah hilang atau rusaknya hutan yang banyak dikonversi menjadi perkebunan.
IUCN mengklasifikasikan subspesies gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) sebagai Kritis (Critically Endangered) dalam Daftar Merah IUCN (IUCN Red List of Threatened Species). Saat ini hanya terdapat 2,400 – 2,800 individu gajah Sumatera yang ada di alam. Jumlah tersebut merupakan 50 persen dari perkiraan populasi pada tahun 1985. Para ilmuwan mengemukakan jika tren ini terus berlangsung, maka gajah Sumatera dapat punah di alam 30 tahun mendatang. Menurut IUCN Red List tersebut, “Walaupun Gajah Sumatera dilindungi di bawah hukum Negara Republik Indonesia, 85 persen habitat mereka terletak di luar kawasan konservasi dan terancam oleh konversi.”
Gajah adalah hewan darat terbesar di permukaan bumi (terestrial) saat ini. Di seluruh dunia, spesies gajah kini hanya tinggal dua yaitu :
1. Loxodonta africana Ú Gajah Afrika.
2. Elephas maximus Ú Gajah Asia.
Penyebaran gajah Asia: India, Srilangka, Nepal, Pakistan, terus ke Timur Cina Selatan, Myanmar, Laos, Kamboja, Muangthai, Malaysia, Indonesia (Sumatera).
Ada tiga sub-spesies gajah Asia antara lain:
n  Gajah India (Elephas maximus maximus)  ukuran tubuh terbesar, tersebar di anak benua Asia (India, Srilangka, Nepal, Buthan, Bangladesh)
n  Gajah Indochina (Elephas maximus indicus)  ukuran tubuh sedang, tersebar di negara Myanmar, Thailand, Laos, kamboja, Vietnam, Cina Selatan, Malaysia
n  Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)
          ukuran tubuh terkecil dan hanya terdapat di Pulau Sumatera, mulai dari Prov. Aceh sampai Lampung.
Gajah merupakan hewan herbivora dimana pakan utamanya berupa hijauan yang berasal dari beberapa jenis tumbuhan darat, dengan jenis yang disukai adalah hijauan banyak mengandung air.  Dedaunan dari berbagai tumbuhan yang sudah mulai mengering pun juga mau dikonsumsinya. Beberapa jenis tumbuhan yang disukai adalah pisang hutan, rebung bambu, cempedak air, jambu-jambuan, rumput-rumputan, pandan, rotan, tebu liar, dan sebagainya. Tanaman pertanian yang dikonsumsi oleh gajah dapat berupa tanaman pangan (padi, jagung, kacang-kacangan, umbi-umbian), perkebunan (kelapa, kelapa sawit, tebu, dan sebagainya), hortikultura buah (durian, mangga, pisang, jambu, rambutan).  Tanaman pertanian yang dikonsumsi terutama tanaman yang berbatasan langsung dengan hutan habitat gajah.
Jumlah pakan yang dibutuhkan oleh seekor gajah dalam satu harinya kurang-lebih sebanyak 10 % dari bobot tubuhnya. Jika bobot tubuh gajah 2 – 3.5 ton, maka kebutuhan pakannya adalah 200 – 350 kg/hari. Kebutuhan minum dalam sehari adalah 90 – 100 liter. Di dalam memenuhi kebutuhan pakan, gajah juga membutuhkan vitamin dan garam mineral berupa unsur Ca, Mg, K, dan Na untuk metabolisme yang normal. Di hutan, pada musim hujan, kebutuhan unsur mineral ini dapat dipenuhi dari air tanah yang mengandung unsur tersebut atau gajah dapat juga turun ke pantai untuk mendapatkannya. Pada musim kemarau, gajah harus membongkar batuan atau tanah yang sudah mengeras dengan menggunakan kaki dan gadingnya, kemudian memakannya. Untuk gajah yang dipelihara di kebun binatang atau taman safari, dapat disediakan garam-garam jilat yaitu air minum gajah yang sudah dilengkapi dengan unsur-unsur tersebut. Di dalam hidup gajah 70 – 90% aktivitasnya adalah mencari pakan. Dalam aktivitas inilah gajah sering dianggap sebagai binatang berbahaya dan sangat merugikan bagi petani perkebunan khususnya yang berbatasan dengan hutan. Konversi hutan untuk pemukiman dan tanaman produksi mengakibatkan konflik yang serius antara populasi gajah dan manusia. Hasilnya, banyak sekali gajah yang ditangkap dari alam atau bahkan dibunuh.

Hama dan Perlindungan Tanaman
Peraturan Pemerintah Nomor:  6 Tahun 1995 Tentang Perlindungan Tanaman, Pasal 1 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Organisme pengganggu tumbuhan adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan. Sedangkan yang dimaksud dengan perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme pengganggu tumbuhan.
Pada pasal 4 bahwa; Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan menggunakan sarana dan cara yang tidak mengganggu kesehatan dan atau mengancam keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan kerusakan sumberdaya alam dan atau lingkungan hidup. Pasal 9; Apabila dari hasil pemantauan dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperkirakan akan timbul kerugian, maka dilakukan tindakan pengendalian terhadap organisme pengganggu tumbuhan dengan memperhatikan faktor ekologi, sosial dan efisiensi. Peraturan Pemerintah ini mengamanatkan bahwa upaya yang ditempuh untuk melindungi tanaman dari serangan organisme pengganggu tumbuhan harus dilakukan secara efektif dan aman agar tidak membahayakan keselamatan manusia, kemampuan sumberdaya alam maupun kelestarian lingkungan hidup, serta dapat mempertahankan dan meningkatkan produksi budidaya tanaman;
Upaya pengendalian yang telah dilakukan terhadap gajah antara lain adalah menggiring gajah yang memasuki areal perkebunan atau pemukiman masyarakat untuk kembali ke dalam hutan. Upaya ini dilakukan oleh petugas patroli gajah (flying squad) dengan bantuan gajah yang telah dijinakkan. Pengusiran gajah dengan bunyi-bunyian juga efektif untuk mengusir gajah ke habitatnya. Upaya konservasi gajah pada kantong-kantong penampungan gajah dikabarkan juga terancam oleh aktivitas konversi hutan. WWF memberitakan sudah ada enam ‘kantong’ gajah yang punah di Provinsi Riau dari sembilan yang ada pada 1985. Seperti halnya yang terjadi di Riau, Provinsi Lampung telah lebih lama kehilangan banyak kantong gajahnya. Provinsi ini telah kehilangan sembilan kantong gajah di alam dari dua belas kantong di tahun 1980-an. Tinggal dua ‘kantong’ gajah di Lampung tersisa yang dianggap dapat bertahan dalam kondisi habitat saat ini.

Penutup
          Peraturan Pemerintah No. 6 thn 1995 tentang perlindungan tanaman  tetap mengingat pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan - ketentuan Pokok  Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya. Menurut Peraturan Pemerintah ini Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.
Bumi adalah tempat tinggal semua mahluk. Paham ekonomi klasik menyerahkan sumber daya alam pada mekanisme pasar. Ekonomi klasik berpandangan pada upaya manusia yang terus mengeksploitasi sumber daya alam untuk meningkatkan kepuasan (utility) dan kesejahteraannya (walfare). Manusia dengan pandangan ekonomi klasik selalu melihat pada kegunaan atau manfaat dari sesuatu untuk mensejahterakan hidupnya. Sehingga pertanyaannya adalah “apakah gajah bermanfaat untuk mensejahterakan kehidupan manusia (sehingga perlu untuk dilestarikan)?”. Paham enviromental ekonomics ataupun ekological ekonomics berpandangan pada kelestarian (sustainable). Enviromental ekonomics atau ekological ekonomics mengharapkan keberpihakan kebijakan pemerintah (secara politik) untuk “memperhatikan” kelestarian sumber daya yang bersifat public goods. Bila kita berandai-andai; gajah dapat berbincang-bincang seperti kita (manusia) mengobrol di warung kopi; apakah ‘mereka’ akan mengeluhkan bahwa manusia adalah “hama” yang mengganggu rumah, sumber makanan dan kelangsungan generasi (keturunan) ‘mereka’?.
-sekian-

Eli Paska Siahaan, SP

1 komentar: